Pengelolaan Sampah Kesalahan Pola Pikir dan Gaya Hidup ?
Pengelolaan sampah telah menjadi sebuah permasalahan di Indonesia. Bukan hanya kota-kota besar, kota-kota kecil pun semakin hari semakin dipusingkan dengan sampah dan pengelolaannya. Semakin hari, sampah bukannya semakin berkurang justru sebaliknya semakin menumpuk dan bertambah. Apa sebabnya?. Mungkin pola pikir kita yang perlu dibenahi. Atau gaya hidup kita yang musti dirubah.
Gaya hidup kita memang sangat akrab dengan sampah. Masih dapat kita ingat ketika Pemkot Bandung begitu putus asanya menghadapi permasalahan sampah beberapa waktu kemarin. Juga ketika Sudin Jakarta Timur kewalahan membersihkan sampah yang volumenya mencapai 6.716 m3 perhari meskipun sudah ditopang oleh 211 unit kendaraan pengangkut sampah dan 120 Tempat Pembuangan Sampah (TPS).
Jangan Buang Sampah Pada Tempatnya. Kita masih terperangkap dengan pola pikir bahwa sampah harus dibuang. Sejak kecil, orang tua saya, bahkan guru sekolah saya selalu berpesan; ‘Buanglah sampah pada tempatnya’. Mungkin lantaran ini kemudian yang terpatri dalam pikiran saya adalah;
Ketika sampah sudah dibuang ke tempat sampah di luar rumah (atau malah ke jalanan dan sungai), maka masalah selesai.
Setelah sampah dibuang, kita pun bisa kembali menghasilkan sampah.
Buang Sampah Pada Tempatnya |
Pola pikir yang semacam ini sudah semestinya kita tinggalkan. Haruslah kita sadari apa yang terjadi dengan sampah kita setelah dibuang ke luar rumah, apakah seluruh sampah tersebut langsung hilang ditelan bumi?. Dan apa jadinya jika kita dan seluruh warga kota terus menghasilkan sampah? Apakah lahan di kota akan cukup menampung seluruh sampah kita?
Gaya hidup dan pola pikir kita terhadap sampah dan pengelolaannya musti dibenahi atau bahkan dirubah. Jangan lagi menuliskan kalimat “Buanglah sampah pada tempatnya” karena itu terbukti tidak menyelesaikan permasalahan sampah.
Kurangi dan Daur Ulang Sampah. Pertama, bukan sekedar membuang sampah tetapi yang paling utama adalah kita harus bisa untuk mengurangi sampah yang dihasilkan. Salah satunya adalah dengan membawa kantong belanjaan sendiri atau meminum minuman langsung dari gelas tanpa sedotan plastik.
Kedua, melakukan daur ulang terhadap sampah-sampah yang dihasilkan menjadi barang bernilai manfaat. Jika tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan daur ulang, paling tidak kita bersedia memilah sampah yang dapat didaur ulang dan memberikannya (menjualnya) kepada para pengumpul daur ulang.
Perubahan kecil dalam gaya hidup dan pola pikir ini, saya yakin akan memberikan dampak yang signifikan bagi penanganan masalah sampah dan pengelolaan sampah di sekitar kita.
Semoga Argumen ini dapat memotivasi kita semua , supaya kedepannya dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Demikian dari kami. Semoga bermanfaat. Amiin.