Mengelola Limbah Cair Laboratorium





     Laboratorium adalah suatu bangunan yang di dalamnya dilengkapi dengan peralatan dan bahan-bahan kimia, untuk melakukan percobaan ilmiah, penelitian, praktek pembelajaran, kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi bahan tertentu. Beberapa pengujian yang dilakukan di laboratorium antara lain : pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi. Data yang diperoleh dari hasil pengujian harus tertelusur dan absah, sehingga dapat digunakan sebagai:

   1) dasar untuk mengambil keputusan kebijakan dan perencanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup;

   2) petunjuk indikasi adanya pencemaran lingkungan dan

   3) sebagai alat bukti penting dalam penegakan hukum lingkungan.

     Kegiatan pengujian di laboratorium yang dimulai dari persiapan contoh uji sampai dengan pengujian, akan membutuhkan bahan-bahan kimia yang bersifat asam, basa, organik dan anorganik, yang kemungkinan termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun. Dengan demikian limbah cair yang dihasilkan dari proses tersebut juga akan mengandung bahan berbahaya dan beracun.

    Limbah cair laboratorium dapat berasal dari sisa – sisa sampel, sisa pelarut, dan bekas cucian alat-alat gelas. Karakteristik limbah cair laboratorium tersebut, karena sifat, konsentrasi dan kuantitasnya, maka dapat dikategorikan sebagai limbah cair bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah B3 tersebut apabila tidak dikelola dengan benar, dapat mencemari dan merusak lingkungan hidup, serta membahayakan kesehatan dan kelangsungan makhluk hidup.

     Pengelolaan limbah cair laboratorium dilakukan dengan cara berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 Jo PP nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yaitu

1. Reduksi/pengurangan limbah :

• Minimalisasi pemakaian bahan kimia;
• Mempergunakan sampel skala mikro,
• Konsep “ Less is Better “;
• Pemakaian kembali bahan kimia yang berlebihan (surplus chemicals);
• Pengendalian inventori bahan kimia;
• Pemilihan prosedur yang sesuai dengan pengujian.

2. Pengumpulan limbah :

• Dikumpulkan dalam wadah terpisah menurut tipe limbah dan tidak saling bereaksi, terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, PVC), atau bahan logam (teflon, baja, karbon);
• Wadah tidak mudah pecah/rusak, anti bocor, tertutup rapat, kondisi baik, bebas dari korosi. (storage compability & safety);
• Mempertimbangkan pengembangan & pembentukan gas/kenaikan tekanan /volume;
• Pemberian identifikasi pada label wadah “Limbah Berbahaya”.

3. Penyimpanan :

• Penyimpanan limbah harus jauh dari bahan imcompability untuk menghindari kebocoran, ledakan, nyala, produksi racun;
• Fasilitas penyimpanan limbah harus dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran, K3, komunikasi, pintu darurat dan alarm.

5. Pemanfaatan limbah :

• Pemanfaatan limbah dengan jalan reuse yaitu mengubah limbah menjadi produk yang dapat digunakan, recovery (perolehan kembali) dan recycle (daur ulang), dengan tetap aman bagi lingkungan dan kesehatan.

6. Pengolahan limbah cair laboratorium:

• Dilakukan tata kelola limbah, dimana limbah hasil pencucian alat dapat langsung dialirkan kedalam bak sentralisasi (equalisasi), sedangkan limbah hasil analisis ditampung dalam jerigen/wadah sesuai dengan karakteristik limbah masing-masing;
• Limbah hasil analisis dilakukan penetralan dengan melakukan pengecekan menggunakan kertas lakmus/kertas pH/pH meter, untuk mengetahui apakah larutan tersebut bersifat asam dan basa;

• Dilakukan penetralan limbah hasil analisis, kalau asam dengan CaCO3/ NaHCO3/ CaO/NaOH dan jika kondisi basa dengan menggunakan H2SO4/ HCL;
• Jika sudah netral, air limbah dapat di alirkan kedalam bak sentral yang dinamakan bak equalisasi, yang berfungsi untuk menstabilkan limbah yang dihasilkan sehingga tidak terjadi fluktuatif karakeristik dan diharapkan limbah dalam keadaan seragam;

• Limbah dari bak equalisasi, dialirkan melalui pompa menuju ke bak koagulasi dan dilakukan penyesuaian pH dengan menggunakan larutan basa, hal ini diperlukan mengingat pembentukan flok yang efektif pada penggunaan bahan koagulan tawas (Al2(SO4)3) pada kondisi operasi basa;

• Bahan koagulan yang harus ditambahkan dengan dosis sesuai uji jar test, kemudian dilakukan pengadukan cepat dan pengadukan lambat menggunakan mixer, untuk mempercepat dan memperbesar terjadinya floc ditambahkan Floculant Polimer;

• Koagulasi/flokulasi dilakukan dengan cara ditambah tawas, PAC, Fe2SO4 atau FeCl3 sesuai dosis serta dilakukan pengadukan cepat 600-1000 rpm selama 5 menit dan dilanjutkan pengadukan lambat 40-60 rpm 10 menit. Kemudian didiamkan untuk proses pengendapan;

• Jika telah terjadi sedimentasi sempurna, limbah bagian atas (yang telah bening) dialirkan ke baffle channel dengan membuka kran outlet, buffle channel diperlukan untuk menambah lama waktu tinggal pada unit Bio Film yang dilengkapi aerator, padatan (floc) di blow down masuk ke drying bed untuk dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari dengan cara membuka kran blow down;

• Pada proses Bio Film melibatkan reaksi biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mengalami pertumbuhan melekat pada batuan artivicial, dan akan menangkap limbah sebagai sumber nutrisinya, suplai oksigen melalui aliran udara dengan menggunakan peralatan mekanis blower aerator;

• Aliran limbah yang telah terolah akan mengalir secara over flow kedalam kolam stabilisasi yang befungsi pula sebagai bak pengendapan massa mikroba yang sudah mati sebelum dibuang ke lingkungan, sebagai indikator diberikan ikan, sebagai penunjuk pengaruh limbah yang telah terolah terhadap makhluk hidup.(oleh:Sri Lestari)


Oz Labels: 6:00 PM 0 comments
Post a Comment

Back to Top